Sabtu, 12 Januari 2013

tugas makalah 3


MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR

DAMPAK SOSIALISASI MASYARAKAT

BAGI PERKAMBANGAN PENDIDIKAN ANAK
Disusun oleh:
R.M Arsyad Akromi
(16112640)
1KA19


Kata Pengantar


Puji Syukur kehadirat Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikam Makalah yang berjudul “Dampak Sosialisasi Masyarakat Bagi Perkembangan Pendidikan Anak” telah selesai saya susun hingga dapat digunakan dan dimanfaatkan.

Didalam makalah ini penulis akan membahas apa dampak sosialisasi masyarakat hingga mempengaruhi perkembangan pendidikan pada anak, apakah dampaknya itu? Mengapa bisa mempengaruhi perkembangan pendidikan anak? Semua akan kita bahas dalam makalah ini.

Penulis menyadari baik isi maupun cara pennyusunan makalah ini belum sempurna,kemungkinan salah cetak tak bisa dihindari. Oleh karena itu, segala saran dan kritik membangun sangat dibutuhkan bagi penulis.

Demikian sepatah kata dari penulis, mudah-mudahan Makalah ini  dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya













BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Manusia adalah mahkluk individu yang secara umum hidup bersosialisasi, banyak dampak dari hubungan sosisalisasi dalam hidup masyarakat. Ada dampak negative ada pula dampak positif dari sosialisasi antar masyarakat. Lalu apa hubungannya dengan perkembangan pendidikan anak? Ada hubungannya perkambangan pendidikan  anak dengan sosialisasi masyarakat , karena sosialisasi masyarakat memengaruhi perkembangan pada pendidikan anak. Mereka bisa salah pergaulan jika tidak di awasi atau di bina dalam bersosialisasi, jika salah bergaul mereka bisa-bisa menghiraukan pendidikan mereka, sehingga perkambangannya akan terhambat. Jadi kita sebagai orang tua atau guru perlu membimbing anak dalam bersosialisasi di dalam masyarakat agar tidak berdampak buruk.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Pengertian Sosialisasi
2.      Hubungan Sosialisasi dengan Pendidikan Anak
3.      Dampak Sosialisasi terhadap pendidikan Anak
4.      Upaya Menagulangi dari Dampak Sosialisasi











BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok  atau masyarakat. Sejumlah sosiolog  menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan  (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu
Jenis sosialisasi
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara formal.
  • Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah . Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
  • Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat . Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi. Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut.
  • Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
  • Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
Proses sosialisasi
Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut.
  • Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
  • Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
  • Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
  • Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap Dewasa Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.


Agen sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media masa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
  • Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya pramusiwi, menurut GERTRUGE JAEGER peranan para agen sosialisasi dalam sistem keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
  • Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat (berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
  • Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
  • Media massa
Yang termasuk kelompok media masa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
·         Penayangan acara smakdonw di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
·         Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.
·         Gelombang besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV (horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan sosial, dan dampak buruk lainnya.
  • Agen-agen lain
Selain keluarga, sekolah , kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan oleh institusi agama tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus, pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.






2.2 Hubungan Sosialisasi dengan Pendidikan Anak
Pendidikan anak terkadang terhubung juga dengan sosialisasi di dalam masyarakat. Sosialisasi dengan masyakat akan memberikan pengaruh besar terhadap perkembenganan pendidikannya. Sering kali seorang anak terlalu asik bermain dengan teman sebayanya sehinnga membuat dia lupa akan belajar atau mengerjakan tugas, hal ter sebut bukanlah dampak yang baik karena itu bisa menghambat perkembangan pendidikan seorang anak. Sehingga para orang tua dan guru perlu memberikan arahan tentang bersosialisasi dengan baik dan memberikan materi sosialisasi di dalam pelajarannya.
Menurut Ibnu Khaldun, pendidikan adalah suatu proses, dimana manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa alam sepanjang zaman dan tidak ada salahnya menerapkan cara bersosialisasi yang baik

2.3 Dampak Sosialisasi terhadap pendidikan Anak
Terkadang di dalam bersosisalisasi juga aka nada dampaknya baik itu dampak posistif maupun negative, sehingga dapat memengaruhi perkembangan pendidikan seorang anak. Tetapi dengan adanya sosialisasi masyarakat juga akan membantu anak untuk lebih mengenal dunia luar dengan menilai estetika,etika dan segala macam hal yang ada di masyarakat. Sosialisasi masyarakat memberikan berbagai pelajaran dan pengalaman bagi seorang anak. Anak akan belajar segala hal dari orang-orang yang ditemuinya ketika bersosialisasi dengan masyarakat. Hal tersebut juga secara tidak langsung akan membantu membentuk kepribadian seorang anak, baik itu dalam hal positif maupun negatif. Jika anak tersebut bersosialisasi dengan kelompok masyarakat yang sangat acuh terhadap dunia pendidikan maka perlahan akan terbentuk sikap acuh dan rasa malas dalam dirinya. Akan tetapi itu tergantung kepada anak tersebut, jika ia mampu menyaring semua hal yang dia temukan ketika berinteraksi dengan  masyarakat sekitar, maka anak tersebut akan memiliki kepribadian yang sesuai dengan apa yang dia anggap sesuai dan di yakini. Setiap anak dalam perkembangannya akan membutuhkan asupan berupa pengetahuan, mereka akan penasaran dan terus bertanya mencari tahu info tentang apa yang dia ingin tahu, terkadang sesuatu yang diajarkan disekolah tidak selalu membuat mereka puas. Bahkan, sebenarnya masih banyak diluar sana hal yang tidak mereka ketahui, jika hal tersebut sangat pnting bagi perkembangan pendidikan, maka hal tersebut dapat di jadikan pembelajaran. Hal tersebut hanya bisa diperoleh dengan berinteraksi sesame masyarakat di luar.

2.4 Upaya Menanggulangi dari Dampak Sosialisasi
Adapun cara untuk mengatasi dampak nagative dari sosialaisasi adalah sebaga berikut:
1.      Ajari cara tatakrama dalam bersosialisasi
2.      Berikan pelajaran agama agar tidak salah memilih dalam berteman
3.      Ingatkan dia agar lihat latar belakang dari temannya apakah baik atau tidaknya
4.      Ajari kebaikan juga agar tidak memilih-milih teman dari factor sosialnya
5.      Perhatikan apa pertanyaan yang akan dia tanyakan kepada orang lain
6.      Jangan salah mencari informasi dari keingin tahuannya
Itulah sedidik beberapa cara untuk mengatasi dampak negative dari bersosisalisasi

BAB IV
KESIMPULAN
Kesimpulannya
Dalam hubungan interaksi antar sesame masyarakat memang akan memberikan dampak posistif dan negative, tetapi itu juga akan menjadikannya pembelajaran dia dalam bergaul mencari teman dan pendidikannya, tetapi tidak luput juga sebagai orang tua dan guru perlu membimbingnya agar tidak salah dalam memilih pergaulan dan mencari tahu keingintahuannya yang tinggi. Ada baiknya dibiarkan dia bersosisalisasi ada baiknya juga di jaga caranya, ada waktu-waktu tertentu dimana dia akan bisa membedakan cara bergaul yang baik dan benar untuk perkmbangan pendidikanya.

BAB V
PENUTUP
Demikian makalah yang saya buat semoga bermanfaan dan mohon maaf atas kekurangannya dari penulis baik kesalah dalam pengetikan, pengolahan kata, dan pengolahan data. Terikasih atas perhatiannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar