Disusun oleh:
R.M Arsyad Akromi
(16112640)
1KA19
Kata Pengantar
Puji
Syukur kehadirat Allah SWT sehingga kami dapat menyelesaikam Makalah yang
berjudul “Dampak Sosialisasi Masyarakat Bagi Perkembangan Pendidikan Anak”
telah selesai saya susun hingga dapat digunakan dan dimanfaatkan.
Didalam
makalah ini penulis akan membahas apa dampak sosialisasi masyarakat hingga
mempengaruhi perkembangan pendidikan pada anak, apakah dampaknya itu? Mengapa
bisa mempengaruhi perkembangan pendidikan anak? Semua akan kita bahas dalam
makalah ini.
Penulis
menyadari baik isi maupun cara pennyusunan makalah ini belum
sempurna,kemungkinan salah cetak tak bisa dihindari. Oleh karena itu, segala
saran dan kritik membangun sangat dibutuhkan bagi penulis.
Demikian
sepatah kata dari penulis, mudah-mudahan Makalah ini dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia
adalah mahkluk individu yang secara umum hidup bersosialisasi, banyak dampak
dari hubungan sosisalisasi dalam hidup masyarakat. Ada dampak negative ada pula
dampak positif dari sosialisasi antar masyarakat. Lalu apa hubungannya dengan
perkembangan pendidikan anak? Ada hubungannya perkambangan pendidikan anak dengan sosialisasi masyarakat , karena
sosialisasi masyarakat memengaruhi perkembangan pada pendidikan anak. Mereka
bisa salah pergaulan jika tidak di awasi atau di bina dalam bersosialisasi,
jika salah bergaul mereka bisa-bisa menghiraukan pendidikan mereka, sehingga
perkambangannya akan terhambat. Jadi kita sebagai orang tua atau guru perlu
membimbing anak dalam bersosialisasi di dalam masyarakat agar tidak berdampak
buruk.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian Sosialisasi
2. Hubungan Sosialisasi dengan
Pendidikan Anak
3. Dampak Sosialisasi terhadap
pendidikan Anak
4. Upaya Menagulangi dari Dampak
Sosialisasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau
transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya
dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi
sebagai teori mengenai peranan (role
theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus
dijalankan oleh individu
Jenis sosialisasi
Berdasarkan
jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer (dalam keluarga)
dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman kedua proses tersebut berlangsung dalam institusi total,
yaitu tempat tinggal dan tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut,
terdapat sejumlah individu dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat
luas dalam jangka waktu kurun tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang
terkukung, dan diatur secara formal.
- Sosialisasi primer
Peter L. Berger
dan Luckmann mendefinisikan
sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa
kecil dengan belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer
berlangsung saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah .
Anak mulai mengenal anggota keluarga dan lingkungan keluarga. Secara bertahap
dia mulai mampu membedakan dirinya dengan orang lain di sekitar keluarganya.
Dalam tahap ini,
peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat penting sebab
seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna
kepribadian anak akan sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi
yang terjadi antara anak dengan anggota keluarga terdekatnya.
- Sosialisasi sekunder
Sosialisasi
sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah sosialisasi primer
yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu dalam masyarakat .
Salah satu bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi.
Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru.
Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan'
identitas diri yang lama.
Tipe sosialisasi
Setiap kelompok masyarakat
mempunyai standar dan nilai yang berbeda. contoh, standar 'apakah seseorang itu
baik atau tidak' di sekolah dengan di kelompok sepermainan tentu berbeda. Di
sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas
tujuh atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok
sepermainan, seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling
membantu. Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi
yang ada. Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah
sebagai berikut.
- Formal
Sosialisasi tipe
ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang
berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
- Informal
Sosialisasi tipe
ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan,
seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok
sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi
formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi
anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam
lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman
sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam
interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses
soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia
lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai
dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai
teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses
sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit
untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan
informal sekaligus.
Pola sosialisasi
Sosiologi dapat
dibagi menjadi dua pola: sosialisasi represif dan sosialisasi partisipatoris. Sosialisasi represif (repressive
socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri
lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam
hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan
pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah,
penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan
peran keluarga sebagai significant other. Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan
pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman
dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi
kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan
yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi
generalized other.
Proses sosialisasi
Menurut George
Herbert Mead
George Herbert
Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui
tahap-tahap sebagai berikut.
- Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami
sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal
dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap
ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata
"makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan
"mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak.
Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan
kenyataan yang dialaminya.
- Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini
ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang
dilakukan oleh orang dewasa Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang
anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai
menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan
seorang ibu dari anak. Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada
posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia
sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari
orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan
bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang
anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant
other)
- Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang
dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung
dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada
posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama.
Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya.
Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin
kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah.
Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai
dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di
luar keluarganya.
- Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/Generalized other)
Pada tahap ini
seseorang telah dianggap Dewasa Dia
sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata
lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang
berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa
menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang
lain yang tidak dikenalnya-- secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri
pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.
Menurut Charles H.
Cooley
Cooley lebih
menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut dia, Konsep Diri (self
concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain.
Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga
tahapan sebagai berikut.
1. Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak
merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena
sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
2. Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan
bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang
lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada
tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya.
MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau
orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan
ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila
dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini
bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa
ada anak yang lebih hebat dari dia.
3. Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya
penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan
penuh percaya diri.
Ketiga tahapan di
atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan
berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya.
Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan
memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang
terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.
Agen sosialisasi
Agen sosialisasi
adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen
sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media masa, dan
lembaga pendidikan sekolah.
Pesan-pesan yang
disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama
lain. Apa yang diajarkan keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi
bertentangan dengan apa yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain. Misalnya, di
sekolah anak-anak diajarkan untuk tidak merokok, meminum minman keras dan
menggunakan obat-obatan terlarang (narkoba), tetapi mereka dengan leluasa
mempelajarinya dari teman-teman sebaya atau media massa.
Proses
sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh
agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung
satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu
dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang
berlainan.
- Keluarga (kinship)
Bagi keluarga
inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara
kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama
dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan
diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas
karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi
kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti. Pada masyarakat
perkotaan yang telah padat penduduknya, sosialisasi dilakukan oleh orang-orabng
yang berada diluar anggota kerabat biologis seorang anak. Kadangkala terdapat
agen sosialisasi yang merupakan anggota kerabat sosiologisnya, misalnya
pramusiwi, menurut GERTRUGE JAEGER peranan para agen sosialisasi dalam sistem
keluarga pada tahap awal sangat besar karena anak sepenuhnya berada dalam
ligkugan keluarganya terutama orang tuanya sendiri.
- Teman pergaulan
Teman pergaulan
(sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia
mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai
kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam
proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada
masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
Berbeda dengan
proses sosialisasi dalam keluarga yang melibatkan hubungan tidak sederajat
(berbeda usia, pengalaman, dan peranan), sosialisasi dalam kelompok bermain
dilakukan dengan cara mempelajari pola interaksi dengan orang-orang yang
sederajat dengan dirinya. Oleh sebab itu, dalam kelompok bermain, anak dapat
mempelajari peraturan yang mengatur peranan orang-orang yang kedudukannya
sederajat dan juga mempelajari nilai-nilai keadilan.
- Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben,
dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan
berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai
kemandirian (independence), prestasi (achievement),
universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang
anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai
pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan
sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
- Media massa
Yang termasuk
kelompok media masa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid) media elektronik (radio,
televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas
dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
·
Penayangan
acara smakdonw di televisi diyakini telah
menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
·
Iklan
produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup
masyarakat pada umumnya.
·
Gelombang
besar pornografi, baik dari internet maupun media cetak atau tv, didahului
dengan gelombang game eletronik dan segmen-segmen tertentu dari media TV
(horor, kekerasan, ketaklogisan, dan seterusnya) diyakini telah mengakibatkan
kecanduan massal, penurunan kecerdasan, menghilangnya perhatian/kepekaan
sosial, dan dampak buruk lainnya.
- Agen-agen lain
Selain keluarga,
sekolah , kelompok bermain dan media massa, sosialisasi juga dilakukan
oleh institusi agama
tetangga, organisasi rekreasional, masyarakat, dan lingkungan pekerjaan. Semuanya membantu seseorang
membentuk pandangannya sendiri tentang dunianya dan membuat presepsi mengenai
tindakan-tindakan yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Dalam beberapa kasus,
pengaruh-pengaruh agen-agen ini sangat besar.
2.2 Hubungan Sosialisasi dengan Pendidikan
Anak
Pendidikan anak terkadang terhubung
juga dengan sosialisasi di dalam masyarakat. Sosialisasi dengan masyakat akan
memberikan pengaruh besar terhadap perkembenganan pendidikannya. Sering kali
seorang anak terlalu asik bermain dengan teman sebayanya sehinnga membuat dia
lupa akan belajar atau mengerjakan tugas, hal ter sebut bukanlah dampak yang
baik karena itu bisa menghambat perkembangan pendidikan seorang anak. Sehingga
para orang tua dan guru perlu memberikan arahan tentang bersosialisasi dengan
baik dan memberikan materi sosialisasi di dalam pelajarannya.
Menurut Ibnu Khaldun, pendidikan adalah suatu proses, dimana
manusia secara sadar menangkap, menyerap, dan menghayati peristiwa-peristiwa
alam sepanjang zaman dan tidak ada salahnya menerapkan cara bersosialisasi yang
baik
2.3 Dampak Sosialisasi terhadap
pendidikan Anak
Terkadang di
dalam bersosisalisasi juga aka nada dampaknya baik itu dampak posistif maupun
negative, sehingga dapat memengaruhi perkembangan pendidikan seorang anak. Tetapi
dengan adanya sosialisasi masyarakat juga akan membantu anak untuk lebih
mengenal dunia luar dengan menilai estetika,etika dan segala macam hal yang ada
di masyarakat. Sosialisasi masyarakat memberikan berbagai pelajaran dan
pengalaman bagi seorang anak. Anak akan belajar segala hal dari
orang-orang yang ditemuinya ketika bersosialisasi dengan masyarakat. Hal
tersebut juga secara tidak langsung akan membantu membentuk kepribadian seorang
anak, baik itu dalam hal positif maupun negatif. Jika anak tersebut
bersosialisasi dengan kelompok masyarakat yang sangat acuh terhadap dunia
pendidikan maka perlahan akan terbentuk sikap acuh dan rasa malas dalam
dirinya. Akan tetapi itu tergantung kepada anak tersebut, jika ia mampu
menyaring semua hal yang dia temukan ketika berinteraksi dengan
masyarakat sekitar, maka anak tersebut akan memiliki kepribadian yang sesuai
dengan apa yang dia anggap sesuai dan di yakini. Setiap anak dalam
perkembangannya akan membutuhkan asupan berupa pengetahuan, mereka akan
penasaran dan terus bertanya mencari tahu info tentang apa yang dia ingin tahu,
terkadang sesuatu yang diajarkan disekolah tidak selalu membuat mereka puas.
Bahkan, sebenarnya masih banyak diluar sana hal yang tidak mereka ketahui, jika
hal tersebut sangat pnting bagi perkembangan pendidikan, maka hal tersebut
dapat di jadikan pembelajaran. Hal tersebut hanya bisa diperoleh dengan berinteraksi
sesame masyarakat di luar.
2.4 Upaya Menanggulangi dari Dampak
Sosialisasi
Adapun cara
untuk mengatasi dampak nagative dari sosialaisasi adalah sebaga berikut:
1. Ajari cara tatakrama dalam
bersosialisasi
2. Berikan pelajaran agama agar tidak
salah memilih dalam berteman
3. Ingatkan dia agar lihat latar
belakang dari temannya apakah baik atau tidaknya
4. Ajari kebaikan juga agar tidak
memilih-milih teman dari factor sosialnya
5. Perhatikan apa pertanyaan yang akan
dia tanyakan kepada orang lain
6. Jangan salah mencari informasi dari
keingin tahuannya
Itulah
sedidik beberapa cara untuk mengatasi dampak negative dari bersosisalisasi
KESIMPULAN
Kesimpulannya
Dalam hubungan interaksi antar sesame
masyarakat memang akan memberikan dampak posistif dan negative, tetapi itu juga
akan menjadikannya pembelajaran dia dalam bergaul mencari teman dan
pendidikannya, tetapi tidak luput juga sebagai orang tua dan guru perlu
membimbingnya agar tidak salah dalam memilih pergaulan dan mencari tahu
keingintahuannya yang tinggi. Ada baiknya dibiarkan dia bersosisalisasi ada
baiknya juga di jaga caranya, ada waktu-waktu tertentu dimana dia akan bisa
membedakan cara bergaul yang baik dan benar untuk perkmbangan pendidikanya.
BAB V
PENUTUP
Demikian makalah yang saya buat semoga
bermanfaan dan mohon maaf atas kekurangannya dari penulis baik kesalah dalam
pengetikan, pengolahan kata, dan pengolahan data. Terikasih atas perhatiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar